
Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq meminta pemerintah daerah memiliki fasilitas Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) dan Refuse Derived Fuel (RDF) diseimbangkan dengan total timbulan sampah di wilayah masing-masing.
Dalam arahan kepada pemerintah daerah (pemda) terkait struktur penilaian baru Penghargaan Adipura 2025 di Jakarta, Senin, Menteri LH/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif mengatakan perubahan tata kelola harus dilakukan untuk mencapai target pengelolaan sampah 100 persen pada 2029 sesuai dengan yang tercantum di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
“Jumlah TPS3R dan jumlah RDF harus sama dengan jumlah timbulan sampah,” tutur Menteri LH Hanif Faisal Nurofiq.
Dia mengatakan pemda kabupaten/kota dapat memulai dengan perhitungan timbulan sampah harian dengan mengalikan jumlah penduduk dengan 0,5 kilogram.
Dari jumlah tersebut, kata dia, maka dapat dihitung fasilitas TPS3R dan dan RDF yang dibutuhkan, dengan TPS3R rata-rata memiliki kemampuan menangani sampah sekitar 5 ton. Fasilitas itu sendiri cocok untuk kabupaten/kota dengan wilayah yang luas dan menyebar.
Sementara itu, lanjutnya, fasilitas RDF dengan biaya operasional sekitar Rp200 ribu per ton dan nilai jual Rp300 ribu per ton akan cocok dengan pemda yang memiliki industri semen di wilayahnya.
“Untuk kota-kota besar, mau tidak mau, suka tidak suka, ini karena sampahnya sudah numpuk dan jadi masalah luar biasa, maka waste to energy ini menjadi pilihan,” kata Menteri LH Hanif.
Namun dia memperingatkan bahwa penggunaan fasilitas waste to energy atau Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) memerlukan anggaran yang besar, tidak hanya untuk pembangunan tapi juga operasional. Rencananya pemerintah akan mendorong pembangunan fasilitas itu di kota-kota strategis.