Bukan Masalah Pasokan, Listrik Energi Terbarukan RI Terkendala Isu Ini

PLTA Jatigede milik PT PLN. (CNBC Indonesia/Verda Nano Setiawan)

Di tengah gempuran banyaknya negara di dunia yang mendorong program transisi energi, Indonesia menjadi salah satu negara yang diberkahi oleh sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) yang mumpuni untuk mendorong program tersebut.

Bukan tanpa alasan, Indonesia kaya sumber energi baru terbarukan, mulai dari panas bumi, surya, angin, hidro, bahkan nuklir untuk mencapai transisi energi yang digembar-gemborkan dunia.

Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) menilai, Indonesia tidak terkendala pasokan sumber EBT. Melainkan, hanya satu hal yang menjadi masalah bagi Indonesia untuk mengembangkan berbagai sumber EBT yakni perihal investasi dan pendanaan.

Ketua Umum APLSI Arthur Simatupang mengatakan, Indonesia bak harus ‘putar otak’ untuk membuat proyek EBT di Tanah Air bisa dilirik oleh sumber pendanaan, baik dari bank komersial maupun lembaga pendanaan internasional.

“Dari sisi supply bukan menjadi masalah di Indonesia, yang kita perlu tingkatkan adalah bagaimana supaya proyek-proyek yang ada itu menjadi bankable atau financeable,” kata Arthur kepada CNBC Indonesia dalam program Energy Corner, Selasa (10/12/2024).

Seperti diketahui, Indonesia menargetkan tambahan kapasitas pembangkit listrik berbasis energi terbarukan sebesar 75 Giga Watt (GW) hingga 2040. Untuk mencapai target tersebut, menurutnya tentunya membutuhkan biaya yang besar.

Oleh karena itu, pendanaan dari lembaga internasional juga dibutuhkan.

“Jadi dalam hal ini, kita tentunya membutuhkan dukungan lembaga pendanaan supaya proyek-proyek tersebut menjadi semakin atraktif sehingga lembaga pendana dan sponsor baik dari Indonesia maupun lembaga-lembaga sponsor dari dunia bisa melihat ini sebagai sesuatu yang bisa menjadi low hanging fruit,” jelasnya.

Jika Indonesia dinilai sudah membuat rencana proyek pengembangan EBT yang bankable, Arthur mengatakan, hal tersebut bisa membuat proyek EBT dalam negeri bisa dikembangkan dengan cepat.

Namun, hal yang perlu digarisbawahi untuk bisa membuat rencana proyek-proyek tersebut dilirik dunia, Arthur menilai perlu adanya peningkatan iklim investasi hingga peningkatan di sisi regulasinya.

“Bagaimana kita bisa mendukung program yang sudah dicanangkan di Azerbaijan kemarin agar 75 GW itu yang berbasis energi terbarukan itu bisa ditingkatkan lebih masif lagi,” tutupnya.

Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, sejatinya Indonesia memiliki potensi EBT yang berlimpah mencapai 3.687 GW, terdiri dari potensi surya sebesar 3.294 GW, potensi hidro 95 GW, potensi bioenergi 57 GW, potensi bayu 155 GW, potensi panas bumi 23 GW, potensi laut 63 GW.

Di luar itu, terdapat potensi uranium 89.483 ton dan Thorium 143.234 ton. Potensi EBT tersebut sangat besar, tersebar, dan beragam.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia memperkirakan membutuhkan dana hingga US$ 235 miliar atau sekitar Rp 3.689 triliun (asumsi kurs Rp 15.700 per US$) untuk membangun 75 Giga Watt (GW) pembangkit listrik berbasis energi terbarukan hingga 2040 mendatang.

Hal tersebut diungkapkan Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo saat menjadi pembicara kunci pada panel diskusi Paviliun Indonesia COP29 di Baku, Azerbaijan, Senin (11/11/2024).

Hashim menyebut, Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk mempercepat transisi energi nasional dan mengurangi emisi karbon. Oleh karena itu, pemerintah akan mengerahkan kebijakan dan sumber daya untuk mewujudkan transisi energi dan menerjemahkannya pada operasional yang efektif di lapangan.

“Transisi energi bukan hanya terkait pengurangan emisi gas rumah kaca, tapi juga menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Indonesia akan mencapai energi yang bersih, hijab, dan terjangkau, sambil mempercepat pertumbuhan ekonomi 8%,” ungkap Hashim.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*